Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hubungan Kelas Kata Dengan Gejala Morfosintaksis !!


MORFOSINTAKSIS - Blogger

Baik morfologi maupu sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa. Morfologi mempelajari seluk beluk bentuk kata. Satuan yang paling kecil yang diselidiki oleh morfologi ialah morfem, sedangkan yang paling besar adalah kata. Berbeda dengan sintaksis, yag mempelajari hubungan antara kata / frase / klausa / kalimat yang lain, atau tegasnya mempelajari
Pengertian, Objek, dan Tujuan Sosiologi – Anashir.com

morfosintaksis | storiesoflanguages

2. Kelas Kata Kopula dan Kuasi-kopula. Halliday (1994:28) menyatakan bahwa kelas adalah seperangkat item yang serupa dalam beberapa hal. Kelas kata berarti sekumpulan kata yang serupa. Tugas utama kopula be, sesuai dengan namanya, adalah untuk menghubungkan predikat dengan subjeknya. Sebagaimana dinyatakan oleh Dikken (2006) bahwa kopula be muncul untuk membangun hubungan sintaksis dan semantis subjek dan predikat karena di beberapa bahasa subjek dan predikat non verbal tidak dapat bergabung begitu saja dan hanya akan menghasilkan konstruksi yang tidak gramatikal.

Kewajiban kopula untuk hadir dalam konstruksi tertentu dapat dijelaskan secara morfosintaksis, sintaksis dan semantis. Secara morfosintaksis, kopula be hadir untuk menyediakan tempat bagi melekatnya infleksi. Ketika predikat berupa adjektiva atau nomina, tidak dapat dihadirkan infleksi. Maka dari itu, hadir lah kopula be agar infleksi dapat dilekatkan dan selanjutnya dapat memenuhi ketentuan konstruksi klausa dalam bahasa Inggris. Karena menurut Payne (2011:266) jika tidak ada infleksi maka tidak ada konstruksi klausa dalam bahasa Inggris. Infleksional tersebut lah yang menentukan kategori dari klausa atau kalimat dan menjadi unsur inti. Dengan kata lain, infleksi memegang peranan penting. Oleh sebab itu titik tertinggi dalam konfigurasi sintaksis diagram pohon adalah frase infleksional.

Secara sintaksis, kopula be wajib hadir untuk menjembatani keasimetrisan relasi subjek dan predikat (seperti dijelaskan pada bab 1). Selain itu, dengan kehadiran kopula be, konstruksi predikatif mampu menghadirkan penentu sehingga dapat membentuk konstruksi klausa (Baker, 2004). Dalam bahasa Inggris predikat non  verbal seperti adjektiva dan nomina bersifat [- verba] dan harus didampingi unsur inti fungsional (kopula be) agar mengandung unsur verbal dan selanjutnya dapat mempunyai penentu (subjek) (Baker,2004). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Heycock tentang relasi subjek dan predikat bahwa suatu predikat sintaksis adalah proyeksi maksimal dan harus menghadirkan subjek di posisi eksternal (1993:1).

Secara semantis, kopula be menjembatani relasi intersektif sehingga atribut predikat pada subjek. Seperti pada contoh di atas, dengan kehadiran kopula be, predikat friendly dapat disandangkan pada subjek he.

Meskipun di bahasa lainnya, misalnya bahasa Indonesia, kopula bersifat opsional. Verhaar (2006) dan Sudarti (1980) menyebut kopula sebagai kata pemisah yang memisahkan bagian yang dinamakan subjek dengan bagian yang dinamakan predikat. Penamaan ini tidak salah karena kopula memang membuat batas yang jelas antara subjek dan predikat, bagian kiri dari kopula adalah subjek dan bagian kanan adalah predikat.

Satuan lingual ialah merupakan kopula. Oleh sebab itu seseorang dapat mengatakan bahwa Yang mengepalai yayasan merupakan subjek dan Haji Badawi adalah predikat. Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Inggris kopula terkondisi secara gramatikal (wajib ada) akan tetapi dalam bahasa Indonesia kopula adalah sesuatu yang terkondisi opsional (tidak wajib hadir).

Halliday (1994:28) menyatakan bahwa kelas adalah seperangkat item yang serupa dalam beberapa hal. Kelas kata berarti sekumpulan kata yang serupa. Crystal (1967) membuat beberapa klasifikasi dikotomi perihal kelas kata dalam bahasa Inggris, antara lain kata bervariasi dan tidak bervariasi, kata konten dan kata kosong, dan kata leksikal dan kata gramatikal. Mengadopsi konsep yang dikemukakan Crsytal tersebut pada penelitian ini, maka akan ada beberapa dikotomi yang digunakan untuk menjelaskan kelas kata kopula be. dikotomi tersebut, yaitu kata konten dan kata kosong, dan kata leksikal dan kata gramatikal.

Crystal (1967) mendefinisikan kata kosong dengan kata yang tidak mempunyai makna. Kebalikannya, kata konten adalah kata yang mempunyai makna. Menurut Crystal (1967) kopula be adalah kata kosong karena tidak mengandung makna, khususnya jika berdiri sendiri sebagai suatu satuan lingual. Oleh sebab itu kopula be secara otomatis termasuk ke dalam kategori fungsional atau gramatikal.

is di atas disebut juga sebagai lokus (locus) (Lyon, 1971:322) karena membawa pemarkah yang tampak yang berkaitan dengan kala, aspek dan mood.

Kopula be merupakan verba dalam konstruksi bahasa Inggris. Verspoor dan Sauter (2000) mengklasifikasikan verba ke dalam dua kelompok besar; verba leksikal dan verba bantu (auxiliary). Verba leksikal disebut juga verba utama (main verb) karena menamai proses yang sedang terjadi. Verba leksikal mempunyai makna dan mungkin hadir dalam beberapa bentuk, misalnya write (s), wrote, witten, writing dan (to) write. Verba bantu adalah verba yang umumnya terletak sebelum verba dan membantu mengindikasikan kapan proses terjadi, akan terjadi, atau telah terjadi atau bagaimana keseluruhan peristiwa terlihat di mata penutur. Verba bantu yang sering dijumpai mislanya be, have, be able to, do, will, would, can, dould, may, might dan sebagainya.

Selanjutnya, dalam klasifikasi berikutnya Verspoor dan Sauter (2000) mengklasifikasikan verba leksikal ke dalam tiga tipe; verba intransitif, verba transitif dan verba kopula. Terlihat jelas bahwa be termasuk ke dalam dua kelas sekaligus; verba leksikal dan verba bantu, bergantung pada kondisi kemunculannya.

Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Payne (2011:268-274) bahwa pada dasarnya kopula be adalah verba bantu (auxiliary) tetapi dalam kondisi tertentu dapat berperan sebagai verba leksikal. Peran be sebagai verba leksikal dapat diketahui melalui tes sintaksis (syntactic test), yakni tes kebiasaan (habitual test) dan tes progresif (progressive test).

Komplemen dari kopula be adalah predikat non verbal. Ada tiga jenis predikat non verbal (Dryer via Shopen (2007:224). Predikat non verbal dalam bahasa Inggris tersebut antara lain; adjektiva, nomina dan preposisi. Perhatikan contoh berikut.

Dalam konstruksi dengan predikat non verbal seperti yang dicontohkan di atas, elemen yang menyertai kopula be adalah predikat yang sesungguhnya (Dryer via Shopen, 2007:225). Kopula be membantu membentuk predikat tetapi bukan predikat (Napoli,1989:9).

Tag:kelas kata, kelas kata fungsional, kelas kata gramatikal, kelas kata konten, kelas kata leksikal, kelas verba, konstruksi predikat, kopula be, linking, linking verb, morfosintaksis, Napoli, predikat non verbal, properti formal, properti kopula be


Indra di Magister Lingustik Jepang UNPAD 2010: Penelitian Morfosintaksis

Partikel dalam bahasa Jepang mengikuti kata : a. Menunjukkan hubungan dengan kata lain dalam satu kalimat, dan/atau. b. Memberikan kata itu keterangan arti atau nuansa”. “Unlike verb, adjectives and adverbs, particles are not infected, and therefor stay in the same form regadless of where they appear in a sentence” Bahasa memiliki keanekaragaman struktur bahasa, pola bahasa, gaya bahasa, dan lain-lain. Secara sekilas bahasa hanya dikenal sebagai alat di dalam komunikasi sehari-hari. Akan tetapi, bila ditelaah lebih jauh dan mendalam, akan banyak ditemukan masalah yang menyangkut bahasa. Dengan bahasa bisa dicatat dan dinyatakan apa yang telah, sedang, dan akan terjadi.

Dengan luas dan peliknya masalah bahasa, maka bahasa menarik untuk dipelajari dan diteliti sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan. Demikian halnya bahasa Jepang yang selama ini penulis pelajari, juga memiliki daya tarik untuk ditelaah. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa yang unik dan menarik, baik dilihat dari segi tulisannya maupun dari segi tata bahasanya.

Dari segi tata bahasanya, bahasa Jepang memiliki berbagai macam ciri khas, salah satunya dari segi gramatikalnya. Bahasa Jepang memiliki alat bantu yang berfungsi sebagai konjungtor antar kata benda dalam sebuah kalimat. Konjungtor tersebut dapat berupa kata dan dapat juga berupa partikel.

Konjungtor dalam bahasa Jepang yang berupa kata disebut setsuzokushi (接続詞) , contohnya : soshite, sorekara, oyobi, dan narabi ni. Sedangkan yang berupa partikel disebut setsuzokujoshi (接続助詞), contohnya : to, ya, ka, mo, nari, toka, yara, dano, de are, demo, dll. Dari sekian jenis konjungtor tersebut dapat diklasifikasikan lagi dalam tiga jenis yaitu menyebutkan keseluruhan kata benda, sebagian sebagai contoh, dan menyebutkan kata benda sebagai pilihan. Contoh pemakaian konjungtor tersebut bisa dilihat pada kalimat berikut :

1. 山田さん と 中村さん と 田中さん は 同級生 です。

Yamadasan to Nakamurasan to Tanakasan wa doukyuusei desu.

Yamada dan Nakamura dan Tanaka adalah teman sekelas KOP.

Pada penelitian ini juga akan dibahas tentang pemilihan konjungtor yang tepat untuk menghubungkan antar kata benda dalam sebuah kalimat bahasa Jepang. Konjungtor yang dimaksud terfokus pada fungsi kesetaraan atau kesejajaran kata benda tersebut dalam kalimat. Hal tersebut dibagi atas tiga fungsi penting yaitu menyatakan keseluruhan, sebagian, dan pilihan. Dengan rumusan masalah antara lain mengenai struktur kalimat yang mengandung konjungtor yang menghubungkan kata benda, makna konjungtor tersebut dalam bahasa Indonesia, dan perbedaan penggunaannya dengan konjungtor lain yang serumpun. Ketiga rumusan masalah tersebut akan dibahas pada suatu penelitian yang diberi judul : Konjugasi Antar Kata Benda Dalam Bahasa Jepang (kajian sintaktis dan semantis).

3. Apa perbedaan penggunaan konjungtor tersebut apabila dibandingkan dengan konjungtor lain yang bersifat serumpun ?

Dari rumusan masalah tersebut, agar pembahasan yang dilakukan tidak terlalu meluas, penelitian ini akan memfokuskan pada analisis tentang struktur, makna, dan perbedaan penggunaan antar konjugasi tersebut dalam sebuah kalimat bahasa Jepang yang mengandung deretan kata benda yang sejajar.

Penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti untuk mengenal lebih mendalam mengenai tata bahasa Jepang terutama yang berkaitan dengan konjugasi antar kata bendanya.

Menurut Sutedi (2003:70) menyatakan kalimat dalam bahasa Jepang terbentuk dari perpaduan beberapa jenis kata (hinshi) yang disusun berdasarkan pada aturan gramatikalnya. Pada umumnya jenis kata pembentuk kalimat tersebut terdiri dari : (1) meishi (nomina), (2) doushi (verba), (3) keiyoshi (adjektiva), (4) jodoushi (kopula), (5) joshi (partikel), (6) setsuzokushi (kata sambung), (7) fukushi (kata keterangan), dan (8) kandoushi (kata seru).

Menurut Sutedi (2003:71) membagi kalimat berdasarkan pada jenis kata yang dijadikan sebagai predikatnya dibagi menjadi tiga macam, yaitu : kalimat verbal (doushibun), kalimat adjektiva (keiyoushibun), dan kalimat nominal (meishibun).

Dalam buku yang berjudul Bunpou no Kiso Chishiki to Sono Kangaekata (1993:4) disebutkan definisi kata benda (meishi) adalah sebagai berikut :

Meishi to iu no wa watashitachi wo mawari ni aru “mono” ya watashitachi ga okonau “koto” wa meishi ga tsukararete imasu. “toki” ya “basho” ni tsuite mo, sono toki ya basho wo meikaku ni shitari suru tame mo yobikata ga kimerareteimasu. Kono you na namae wo arawasu kotoba wo meishi to iimasu.

Kata benda adalah kata yang dipakai untuk menyatakan sesuatu yang ada pada kita, dan sesuatu (peristiwa) yang terjadi pada kita. Walaupun merupakan keterangan waktu atau keterangan tempat, tetapi cara penyebutannya sudah ditentukan. Cara penyebutan kata yang seperti ini disebut dengan kata benda.

Berdasarkan paparan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kata benda adalah kata-kata yang mengacu pada suatu hal atau kejadian. Selain itu, kata benda juga merupakan kata yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu dan keterangan tempat.

Berdasarkan paparan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kata benda adalah kata-kata yang mengacu pada suatu hal atau kejadian. Selain itu, kata benda juga merupakan kata yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu dan keterangan tempat.

Dalam buku yang berjudul Bunpou no Kiso Chishiki to Sono Kangaekata (1993:4), kata benda (meishi) digolongkan ke dalam 4 jenis.

· Sebagai pengganti orang : watashi, anata, kare

· Sebagai penunjuk benda : kore, are, dare, dore

· Sebagai penunjuk tempat : koko, soko, asoko, doko

· Sebagai penunjuk arah : kochira, achira. sochira, dochira

Dalam bahasa Jepang, partikel disebut dengan istilah joshi. Apabila ditulis dengan huruf kanji, kata joshi ditulis dengan huruf 助 dan 詞. Huruf kanji yang pertama dibaca jo atau dapat juga dibaca tasukeru yang berarti bantu, membantu, menolong. Huruf yang kedua dibaca shi yang memiliki makna yang sama dengan kotoba yang berarti kata, perkataan, atau bahasa. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang menerjemahkan joshi menjadi kata bantu. Selain menerjemahkan joshi dengan istilah kata bantu, ada juga yang menerjemahkan menjadi partikel. Hal ini tidak terlepas dari penerjemahan kata joshi dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris. Kata joshi sering diterjemahkan particle dalam kamus Jepang-Inggris. Sehingga kata particle apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi partikel (Sugiartono, 2001 : 1).

Sue A. Kawashima dalam bukunya yang berjudul A Dictionary of Japanese Particle pada halaman i, mendefinisikan partikel sebagai berikut :

“Unlike verb, adjectives and adverbs, particles are not infected, and therefor stay in the same form regadless of where they appear in a sentence”

Tidak seperti kata kerja, kata sifat dan kata keterangan, partikel tidak berubah dan tetap berada pada posisi yang sama tanpa memerhatikan dimana ia muncul dalam kalimat.

“Generally, particles are considered to be equivalent to prepositions, conjunctions and interjections of the English language; of these three, the majority of particles belong to first category”.

Pada umumnya, partikel dipadankan dengan kata depan, kata sambung, dan kata seru dalam bahasa Inggris; ketiga hal inilah yang menjadi prioritas utama penggolongan partikel.

Jadi dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa partikel dapat menunjukkan hubungan antara kalimat satu dengan kalimat lainnya. Sehingga, dapat memberikan keterangan arti. Partikel juga tidak dapat berubah bentuk seperti halnya kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan dalam bahasa Jepang.

Berdasarkan jenisnya partikel dalam bahasa Jepang dibagi menjadi empat macam sebagai berikut (Hirai dalam Sudjianto dan Ahmad Dahid, 2004 :181-182).

Partikel yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setelah kata kerja, kata sifat –i, kata sifat –na atau setelah kata kerja bantu untuk melanjutkan kata-kata yang ada sebelumnya.

Partikel yang termasuk dalam fukujoshi dipakai setelah berbagai macam kata. Seperti kelas kata fukushi (kata keterangan), fukujoshi berkaitan erat dengan bagian kata berikutnya.

Partikel yang termasuk shuujoshi pada umumnya dipakai setelahberbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pertanyaan, larangan, seruan, rasa haru dan sebagainya.

Kridalaksana (2001: 117) memaparkan kata sambung atau konjugasi sebagai partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf.

Selain merujuk pada partikel, hubungan kata benda juga dapat pula dihubungkan oleh kata sambung yang di dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan kata setsuzokushi (接続詞). Setsuzokushi pada pembahasan dalam penelitian ini, terfokus pada kata sambung yang menghubungkan antar kata benda yang bersifat sejajar. Kata bantu/partikel tersebut disebut heiretsujoshi (並列助詞) yaitu partikel yang menunjukkan kesejajaran. Dalam gendai nihongo hyougen-bunten (1996, hal. 56) disebutkan bahwa heiretsujoshi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain :

Dalam bahasa Jepang terdapat jenis partikel dan kata penghubung lainnya yang bertugas menghubungkan antar kata benda. Berikut ini akan dibahas struktur kalimat beserta maknanya yang didalamnya terdapat partikel atau kata hubung yang menghubungkan antar kata benda dalam bahasa Jepang.

山田さん と 中村さん と 田中さん は 同級生 です。

Yamadasan to Nakamurasan to Tanakasan wa doukyuusei desu.

Yamada dan Nakamura dan Tanaka adalah teman sekelas KOP.

Kalimat ini terdiri dari tiga buah kata benda yang menunjukkan nama orang antara lain, Yamada, Nakamura, dan Tanaka. Ketiga kata benda tersebut dihubungkan oleh partikel to yang memiliki arti kata ‘dan’ dalam bahasa Indonesia. Posisi ketiga kata benda tersebut sejajar dan tidak ada yang memiliki posisi khusus dalam kalimat tersebut sehingga menguatkan makna partikel to sebagai partikel yang menghubungkan kata benda yang sejajar. Selain itu, ketiga kata benda tersebut bukanlah sebagai perwakilan dari unsur-unsur lain yang tidak disebutkan dalam kalimat. Penggunaan partikel to pada contoh kalimat tersebut disisipkan diantara kata benda.

校長先生 ならびに 諸先生 に 申し上げます。

Kouchousensei narabi ni morosensei ni moushiagemasu.

Kepala sekolah dan guru GEN ingin.

Kalimat ini terdiri dari dua buah kata benda yang menunjukkan jabatan/profesi seseorang antara lain, kepala sekolah dan guru. Kedua kata benda tersebut dihubungkan oleh kata hubung narabi ni yang memiliki arti kata ‘dan’ dalam bahasa Indonesia. Posisi kedua kata benda tersebut sejajar dan tidak ada yang memiliki posisi khusus dalam kalimat tersebut sehingga menguatkan makna kata hubung narabi ni sebagai kata hubung yang menghubungkan kata benda yang sejajar. Selain itu, kedua kata benda tersebut bukanlah sebagai perwakilan dari unsur-unsur lain yang tidak disebutkan dalam kalimat. Penggunaan kata hubung narabi ni pada contoh kalimat tersebut disisipkan diantara kata benda namun pada pemakaian untuk tiga kalimat atau lebih, penyisipan kata narabi ni/oyobi hanya diletakkan diantara dua buah kata benda yang terakhir sedangkan untuk penghubung kata benda diawal cukup dibubuhi tanda [,].

東京 で は 3月、 4月、 5月 は 春 です。

Tokyo de wa 3getsu, 4getsu, 5getsu wa haru desu.

Tokyo di PPS maret, april, mei adalah musim semi KOP.

Kata benda pada kalimat ini dihubungkan oleh sebuah tanda, baik itu berupa tanda [·] [,] atau [、]. Ketiga tanda tersebut memiliki fungsi menghubungkan kata benda yang ada yang bersifat sejajar. Biasanya tanda-tanda tersebut digunakan pada ragam tulisan. Contohnya pada karya sastra di Jepang menggunakan tanda-tanda tersebut pada penulisan tategaki (penulisan vertikal).

3.2 Menyebutkan hal-hal pokok sebagai contoh dari hal lain yang bersifat sejajar (部分例挙).

机  の 上 に ホん や ノ-ト や ボルペン(など) が あります。

Tsukue no ue  ni  hon  ya noto ya borupen (nado) ga arimasu.

Meja PPP atas di buku dan catatan dan pena (dan lain-lain) PPT ada.

Partikel ya yang berfungsi menghubungkan antar kata benda pada kalimat ini mempunyai makna menyebutkan hal-hal yang bersifat setara sebagai perwakilan dari hal-hal yang ada. Jadi masih ada hal lain yang belum disebutkan pada kalimat ini. Biasanya untuk memperkuat nuansa penyebutan hal lain yang belum disebutkan, digunakan kata nado (lain-lain) yang diletakkan setelah kata benda terakhir.

米 とか 麦 とかいう 穀類 が 我々の主食 になっている。

Kome toka mugi toka iu kokurui ga gaga no shushoku ni natte iru

Beras dan gandum dan sereal PPT kami PPPpokok GEN menjadi

Partikel toka yang berfungsi menghubungkan antar kata benda pada kalimat ini mempunyai makna menyebutkan hal-hal yang bersifat setara sebagai perwakilan dari hal-hal yang ada. Jadi masih ada hal lain yang belum disebutkan pada kalimat ini. Biasanya untuk memperkuat nuansa penyebutan hal lain yang belum disebutkan digunakan kata toka iu (lain-lain) yang diletakkan setelah kata benda terakhir.

店 の 前 には、ジュ-スだのコ-ラなどの自動販売機 が 置いてある。

Mise no mae ni wa, juusu dano koora nado no jidohanbaiki ga oite aru.

Toko PPP depan di PPS jus dan kola dll PPP mesin penjual PPT ambil ada.

Partikel dano yang berfungsi menghubungkan antar kata benda pada kalimat ini mempunyai makna menyebutkan hal-hal yang bersifat setara sebagai perwakilan dari hal-hal yang ada. Jadi masih ada hal lain yang belum disebutkan pada kalimat ini. Biasanya untuk memperkuat nuansa penyebutan hal lain yang belum disebutkan digunakan kata nado (lain-lain) yang diletakkan setelah kata benda terakhir.

Partikel yara yang berfungsi menghubungkan antar kata benda pada kalimat ini mempunyai makna menyebutkan hal-hal yang bersifat setara sebagai perwakilan dari hal-hal yang ada. Jadi masih ada hal lain yang belum disebutkan pada kalimat ini. Biasanya untuk memperkuat nuansa penyebutan hal lain yang belum disebutkan digunakan kata nado (lain-lain) yang diletakkan setelah kata benda terakhir.

Kata benda pada kalimat ini dihubungkan oleh sebuah tanda, baik itu berupa tanda [·] [,] atau [、]. Ketiga tanda tersebut memiliki fungsi menghubungkan kata benda yang ada yang bersifat sejajar. Biasanya tanda-tanda tersebut digunakan pada ragam tulisan. Contohnya pada karya sastra di Jepang menggunakan tanda-tanda tersebut pada penulisan tategaki (penulisan vertikal).

Kalimat ini menggunakan partikel mo untuk menghubungkan antar kata benda yang bersifat sejajar. Makna partikel mo pada kalimat ini adalah untuk menguatkan kata benda pertama atau bersifat penambahan. Sehingga untuk partikel mo yang terakhir dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata ‘juga’.

Kalimat ini menggunakan partikel to onajiku untuk menghubungkan antar kata benda yang bersifat sejajar. Makna partikel to onajiku pada kalimat ini adalah untuk menguatkan kata benda pertama atau bersifat penambahan. Sehingga untuk menguatkan kalimat ini dibubuhi partikel mo setelah kata benda yang terakhir. Mo tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata ‘juga’.

Penggunaan partikel ni yang berada diantara kata benda memiliki fungsi melengkapi hal yang sudah ada sebelumnya. Keberadaan kata benda setelah ni, dapat dilesapkan karena berfungsi menguatkan dan tidak akan memengaruhi kata benda yang pertama serta esensi kalimat tersebut. Seperti contoh pada kalimat ini, dapat saja kata teh dilesapkan menjadi [penjual meneriakkan makan siang]. Hal ini dapat diterima walaupun kata teh tidak dimunculkan. Hal ini terjadi karena sejatinya kata benda yang kedua (teh) sudah masuk ke dalam bagian kata benda pertama (makan siang).

Kalimat ini terdiri dari tiga buah kata benda yang menunjukkan jenis-jenis gejala tubuh antara lain, sakit kepala, pusing, dan mual. Ketiga kata benda tersebut dihubungkan oleh kata hubung soshite yang memiliki arti kata ‘dan’ atau ‘selanjutnya’ dalam bahasa Indonesia. Posisi ketiga kata benda tersebut sejajar yang dengan kata benda setelah soshite yang bersifat menguatkan. Selain itu, kedua kata benda tersebut bukanlah sebagai perwakilan dari unsur-unsur lain yang tidak disebutkan dalam kalimat. Penggunaan kata hubung soshite pada contoh kalimat tersebut disisipkan diantara kata benda namun pada pemakaian untuk tiga kalimat atau lebih, penyisipan kata soreni/soshite/sorekara hanya diletakkan diantara dua buah kata benda yang terakhir sedangkan untuk penghubung kata benda diawal cukup dibubuhi tanda[,] atau bisa juga diletakkan partikel to.

Partikel ka pada kalimat ini sama-sama menghubungkan kata benda namun dalam konteksnya memiliki makna memilih salah satu atau keduanya. Jadi dibandingkan dengan partikel atau konjungtor sebelumnya, partikel ka sangatlah istimewa karena kata benda yang dihubungkan adalah kata benda yang sejenis dan terkadang memiliki sifat berkebalikan (contoh: murah x mahal, tinggi x rendah, dll). Biasanya apabila kata benda tersebut bersifat sejenis, partikel ka dapat berarti memilih salah satu atau keduanya. Namun, apabila kata benda yang dihubungkan oleh partikel ka adalah kata benda berkebalikan maka partikel ka memiliki makna memilih salah satu.

1. Partikel to, ni, dan ka terletak pada struktur yang sama dalam sebuah kalimat namun memiliki makna yang berbeda sehingga tidak dapat saling menggantikan.

b. Partikel ni, memiliki makna melengkapi hal yang sudah ada sebelumnya, tanpa memengaruhi kata benda yang ada sebelumnya.

2. Kata hubung narabi ni/oyobi dengan soshite/soreni/sorekara terletak pada struktur yang sama dalam sebuah kalimat namun memiliki makna yang berbeda sehingga tidak dapat saling menggantikan.

a. Kata hubung narabi ni, memiliki makna menghubungkan kata-kata yang dimaksud tanpa terkecuali dan dikurangi serta bersifat sejajar.

b. Kata hubung soshite/soreni/sorekara, memiliki makna menguatkan kata benda yang disebutkan sebelumnya. Sehingga seolah-olah antara kata benda yang sebelum dan sesudah kata sambung soshite/soreni/sorekara memiliki tingkatan yang berbeda.

3. Partikel ya, toka, yara, dan dano berada pada struktur kalimat yang sama namun memiliki perbedaan makna walaupun tidak terlalu mencolok. Sehingga pada konteks tertentu dapat saling menggantikan.

a. Partikel ya, merujuk pada konteks kalimat yang formal dan cenderung pada ragam tulisan.

b. Partikel toka, merujuk pada hal yang bersifat non formal dan cenderung dalam ragam lisan. Bagi pembelajar bahasa, pemakaian partikel ini jarang digunakan.

c. Partikel dano, merujuk pada perasaan seseorang yang sangat kuat dalam mengutarakan hal-hal tersebut. Jadi yang ditekankan dalam penggunaan partikel dano adalah perasaan yang terkandung dalam kalimat tersebut.

d. Partikel yara, memiliki persamaan dengan partikel dano yaitu didalam pengutaraan kalimatnya mengandung perasaan pembicara. Namun, pada zaman sekarang ini partikel yara sangat jarang digunakan dalam konteks tulisan maupun lisan.

4. Kata hubung to onajiyou –mo/to dousha (ni) –mo/to onajiku –mo dan mo -mo berada dalam struktur yang sama dalam sebuah kalimat namun apabila ditelusuri memiliki sedikit perbedaan makna yang mempengaruhi konteks kalimat.

a. Kata hubung to onajiyou –mo/to dousha (ni) –mo/to onajiku –mo, memiliki makna persamaan antara kata benda satu dengan lainnya.

b. Kata hubung mo –mo, memiliki makna penambahan unsur perasaan. Kata benda setelah kata hubung berfungsi menguatkan/menambah perasaan atas kata benda sebelumnya.

5. Kata hubung narabi ni/oyobi dengan partikel to memiliki makna yang sama dalam menghubungkan antar kata benda dalam sebuah kalimat namun dengan struktur yang berbeda sehingga dapat saling menggantikan menyesuaikan pada struktur masing-masing.

6. Keistimewaan penggunaan tanda [·] [,] [、] dalam ragam tulisan. Tanda ini dapat digunakan untuk menggantikan partikel atau kata hubung antar kata benda manapun namun tanda ini hanya bisa digunakan pada ragam tulisan.

Dan/dan lain-lain (menjabarkan kata-kata benda sebagai perwakilan kata benda lain yang bersifat sejajar. Makna kalimat dilihat dari penjabarannya yang belum menyebutkan semua kata benda bukan dilihat dari perbedaan unsur perasaan si pembicara yang menyertainya)


BAB 1 FUNGSI SOSIOLOGI DALAM MENGENALI GEJALA SOSIAL DI

ANALISIS KESALAHAN MORFOSINTAKSIS PADA KARANGAN TEKS DESKRIPSI SISWA

ANALISIS KESALAHAN MORFOSINTAKSIS PADA KARANGAN TEKS DESKRIPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 SAWIT BOYOLALI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh : Muhammad Ikhsan Setiaji A310140046

morfosintaksis | unesaprodijepang

Koizumi Tamotsu (1993: 164-167) memerikan jenis kata dalam bahasa Jepang yaitu verba, nomina, i adjektifa, na adjektifa, keterangan, partikel, bantu kerja, sambung, dan seru. Empat level hubungan antara predikat dan pelengkap, serta jenis kata yang ditambahkan terakhir, secara ringkas dapat ditampilkan sebagai berikut: Tidak Pacaran saat Remaja Bukan Hal Menyedihkan, Ini Kata

Tugas resume Morfosintaksis | ajakosetiawan12

Morfem terikat morfologis yakni, morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar; adalah sebagai berikut. 1. prefiks = awalan ; per-,me-,ter-,di-,ber- dan lain-lain. 2. infiks = sisipan ; -el-,-em,-er-. 3. sufiks = akhiran; -an,-kan,-i. 4. konfiks = imbuhan gabungan senyawa’ per-kan, ke-an, dan lain-lain. 2.

UJARAN PENDERITA AFASIA MOTORIK KARENA STROK DI STAF MEDIS FUNGSIONAL

yang hanya terdiri dari satu kata dan kata tersebut termasuk golongan kata benda saja. Ditinjau dari tatanan morfosintaksis, ujaran penderita dalam bentuk struktur kata, struktur kalimat, dan juga pemaknaan mengalami banyak ketidaktepatan dalam pengejaan sehingga menyebabkan proses komunikasi tidak dapat diterima oleh lawan tutur.

2.1 Hakikat Diksi - UMM

dijelaskan dari sudut sintaksis dengan tujuan pemahaman kelas kata. Konsep kata perlu dijelaskan, bahwa kata dilihat sebagai satuan sintaksis, bukan sebagai satuan leksikal atau semantik. Dapat disimpulkan bahwa, pemilihan kata dapat digunakan dengan baik sehingga dalam mengucapkan kata akan dipahami bagi pendengar dengan konsep kata diperjelaskan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

frase. Kata dibicarakan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis yaitu dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN GEJALA NARSISTIK (NARCISSTIC PERSONALITY

A presurvey to 10 students showed that 4 (40%) had narcistic symptom tendencies, and 6 (60%) were not narcistic. 4 (40%) had tendencies for higher self-esteem, 4 (40%) had lower tendencies for self-esteem, and 2 (20%) had normal self-esteem and there are 4 victims of cyber bulliying. Objective: The objective of this research was to find out the hubungan kelas kata dengan gejala morfosintaksis

hubungan kelas kata dengan gejala morfosintaksis

hubungan antar garis,hubungan antar sudut,hubungan antargatra,hubungan adalah,hubungan antara trigatra dan pancagatra,hubungan agama dan negara,hubungan antar variabel,hubungan antar garis kelas 4,hubungan antara gaya dan gerak,hubungan antar makhluk hidup,kelas akselerasi,kelas akselerasi adalah,kelas animasi,kelas arthropoda,kelas adalah,kelas ayam,kelas aksel,kelas aves,kelas annelida,kelas akting,kata adalah,kata adjektiva,kata aesthetic,kata akhiran an,kata aesthetic bahasa inggris,kata ai,kata ajakan,kata arkais,kata akhiran ah,kata akhiran ang,dengan apa kan kubalas chord,dengan apa kan kubalas lirik,dengan apa kan kubalas,dengan adanya asuransi risiko dapat,dengan apakah kubalas,dengan apa ku membalas kasihmu,dengan apakah seorang muda,dengan adalah konjungsi,dengan anugrahmu chord,dengan adanya kloset akan mencegah,gejala awal covid,gejala asam urat,gejala asam lambung,gejala anemia,gejala awal covid delta,gejala anosmia,gejala asma,gejala autoimun,gejala asam lambung naik,gejala angin duduk,morfosintaksis adalah,morfosintaksis arti kata,morfosintaksis apa,analisis morfosintaksis,morfosintaksis menurut para ahli,aspek morfosintaksis

Pengertian, Objek, dan Tujuan Sosiologi – Anashir.com

BAB 1 FUNGSI SOSIOLOGI DALAM MENGENALI GEJALA SOSIAL DI

Tidak Pacaran saat Remaja Bukan Hal Menyedihkan, Ini Kata


Posting Komentar untuk "Hubungan Kelas Kata Dengan Gejala Morfosintaksis !!"